Perlu diketahui bahwa tujuan utama diwajibannya mandi itu untuk 
menghilangkan hadats, bukan untuk menghilangkan najis. Hadats dan najis 
merupakan dua hal yang berbeda, hadats adalah sesuatu yang kasat mata, 
sedangkan najis p[ada umumnya bisa dilihat oleh mata, selain itu cara  
penyucian keduanya juga berbeda; cara menghilangkan hadats adalah dengan
 membasuh atau mengusap  bagian-bagian tubuh sesuai tuntunan agama, 
sedangkan  cara menghilangkan najis dilakukan dengan menyucikan bagian 
tubuh, tempat atau benda yang terkena najis.
Intinya, kedua hal tersebut berbeda, mani dihukumi suci namun keluarnya 
mani dihukumi hadats, sedangkan air kencing dihukumi najis namun 
keluanya tidak dihukumi hadats, karena itulah cara penyuciannya juga 
berbeda, cara penyucian hadats yang ditimbulkan karena keluarnya mani 
dilakukan dengan mandi, sedangkan cara penyucian najis yang berupa air 
kecing dilakukan dengan menyucikan bagian tubuh, benda atau tempat yang 
terkena najis tersebut.
Untuk lebih jelasnya mengenai hikmah diwajibkannya mandi karena 
mengeluarkan mani, kami nukilkan penjelasan Syekh Ali bin Ahmad 
Al-Jurjawi dalam kitab beliau "Hikmatut Tasyri' Wa Falsafatuhu" mengenai
 masalah ini, berikut penjelasan beliau :
"Sesungguhnya (Alloh) pemilik syari'at yang bijaksana ini mewajibkan 
mandi setelah keluarnya mani, namun tidak mewajibkannya setelah 
mengeluarkan air kencing padahal keduanya keluar dari tempat yang sama 
dan dari anggota badan yang sama pula, karena memang terdapat hikmah 
yang besar dan rahasia yang menakjubkan, simak penjelasannya ;
Sesungguhnya air kencing adalah sisa dari makanan dan minuman, sedangkan
 mani adalah suatu unsur yang terbentuk dari semua bagian tubuh, karena 
itulah engkau bisa melihat seluruh tubuh akan merasakan saat mani 
keluar, dan tidak merasaka saat kencing, Karena sebagaimana yang telah 
aku jelaskan tadi, mani adalah unsur yang terbentuk dari seluruh bagian 
tubuh. Sebab itu pula engkau bisa melihat orang yang terlalu berlebihan 
dalam berhubungan intim, kekuatan badannya akan menjadi lemah. Disinilah
 fungsi dari mandi, mandi akan mengembalikan kekuatan yang hilang ketika
 mengeluarkan mani, selain itu kekuatan badan yang hilang tersebut 
menyebabkan seseorang menjadi malas dan tidak bisa menjalankan ibadah 
sesuai ketentuan yang diperintahkan, karena itulah Abu Dzar rodhiyallohu
 'anhu berkata : "Ketika aku mandi dari jinabat, seakan-akan aku telah 
meletakkan suatu beban".
Beban berat yang ditanggung oleh orang yang sedang jinabat adalah berkumpulnya dua hal :
Pertama, Kemalasan pada tubuh yang dirasakan, dan ini merupakan sebagian dari beban yang berat
Kedua, Ketika seseorang suci dari jinabat lalu ia tidur semisal maka 
ruhnya akan naik kealam yang tinggi dan bisa melihat beberapa keajaiban 
dan beberapa rahasia penciptaan sang pencipta. Sedangkan apabila ia 
masih dalam keadaan junub, ruhnya terhalang dan tidak mampu melihat 
keajaiban-keajaiban dan rahasia-rahasia tersebut  tersebut, karena hanya
 dalam keadaan suci runya mampu naik dan berkumpul dengan alam para 
malaikat yang suci, sebagaimana dikatan hal ini pada laki-laki, hal ini 
juga berlaku bagi wanita dari sudut pandang ini.
Terkadang seseorang bertanya-tanya, air kencing itu najis dan juga 
keluar dari anggota badan yang sama dengan tempat keluarnya mani, lalu 
kenapa tidak diwajibkan mandi ketika mengeluarkan air kencing?. Maka 
kami katakan; inilah salah satu bentuk kemurahan syari'at dimana belas 
kasihan Alloh menetapkan bagi manusia untuk tidak diwajibkan mandi 
ketika mengeluarkan unsur yang selalu keluar, berbeda dengan mani yang 
hanya keluar pada saat-saat tertentu saja, dan karena air kencil, 
sebagaimana telah kami jelaskan diawal, adalah sisa makanan dan mnuman, 
selain itu apabila manusia diwajibkan untuk mandi ketika mengeluarkan 
air kencing tentu hal tersebut akan sangat memberatkan, sedangkan agama 
Alloh adalah agama yang mudah dan tidak sulit."
Demikianlah penjelasan panjang Syekh Ali Al-Jurjawi, semoga bisa 
menjawab pertanyaan dan kejanggalan mengenai kewajiban mandi ketika 
mengeluarkan mani dan tidak diwajibkannya mandi ketika mengeluarkan air 
kencing. Wallohu a'lam.
Referensi :
1. Hikmatut Tasyri' Wa Falsafatuhu, Juz : 1  Hal : 68-69
Ibarot :
Hikmatut Tasyri' Wa Falsafatuhu, Juz : 1  Hal : 68-69
حكمة موجبات الغسل من الجنابة وغيرها
إن الشارع الحكيم فرض الإغتسال بعد خروج 
المني ولم يفرضه بعد خروج البول مع أنهما خارجان من مكان واحد وعضو واحد 
لحكمة بالغة وسر عجيب وإليك البيان
إن البول عبارة عن فضلة المأكول والمشروب.
 أما المني فهو عبارة عن مادة مكونة من جميع أجزاء البدن. ولذا ترى وتنظر 
الإنسان إذا أفرط في الجماع ضعفت قوة بدنه. وهذا مصداق قوله صلى الله عليه 
وسلم : "ما هو إلا نور عينيك ومخ ساقيك" فالغسل بالماء كما قلنا يعيد إلى 
البدن هذه القوة المفقودة بخروج المني. وأيضا فقدان هذه القوة من الجسم 
تسبب الكسل وعدم أداء العبادة على الوجه المكلوب, ولهذا قال أبو ذر رضي 
الله عنه :  لما أغتسل من الجنابة كأني ألقيت عني حملا
وأن هذا الحمل الثقيل مجموع أمرين
الأول : زوال الكسل عن الجسم وأن الكسل من أثل الأحمال
الثاني : إن الإنسان إذا كان طاهرا من 
الجنابة وكان نائما مثلا صعدت روحه إلى العالم العلوي وشاهدت غرائب وأسرار 
صنع الخالق, وأما إذا كان جنبا فغن روحه تحتجب عن مشاهدة هذه العجائب 
والأسرار لأن الطهارة هي المبرر لصعودها واخطلالطها بعالم الملائكة 
الطاهرين, وكما يقال في الرجل يقال في المرأة من هذه الوجهة –إلى أن قال-
ورب قائل يقول إن البول نجاسة ويخرج من 
العضو الذي يخرج منه المني, فلماذا لا يجب الإغتسال بخروجه. فنقول على وجه 
التسامح إن رحمة الله اقتضت بأن الإنسان لا يغتسل من خروج مادة دائمة 
الخروج, بخلاف المني الذي يخرج في أوقات مخصوصة ولان البول كما قلنا أولا :
 إنه عبارة عن فضلة المأكول والمشروب, وأيضا إن الإنسان إذاغتسل من البول 
يكون حرجا عظيما, ودين الله يسر لا عسر
 







 
  
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Ajukan Pertanyaan atau Tanggapan Anda, Insya Allah Segera Kami Balas