Diskursus tentang karir wanita dan wanita karir dewasa ini semakin
hangat, terutama di negeri ini dan mendapatkan dukungan serta perhatian
serius dari berbagai kalangan, khususnya yang menamakan diri mereka kaum
Feminis dan pemerhati wanita.
Mereka selalu mengangkat
tema “pengungkungan” Islam terhadap wanita dan mempromosikan motto
emansipasi dan persamaan hak di segala bidang tanpa kecuali atau yang
belakangan lebih dikenal dengan sebutan kesetaraan gender. Banyak wanita
muslimah terkecoh olehnya, terutama mereka yang tidak memiliki ‘basic’
keagamaan yang kuat dan memadai.
Karena merupakan masalah
yang urgen dan berimplikasi serius, maka kajian kita kali ini mengangkat
tema tersebut. Semoga tulisan ini menggugah wanita-wanita muslimah
untuk kembali kepada fithrah mereka. Amîn.
Wanita Sepanjang Sejarah
Bagaimana perlakuan yang diberikan oleh peradaban dan agama di luar Islam terhadap wanita, diantaranya;
a. Yunani dan Romawi
Dua
bangsa yang dulunya dikatakan memiliki peradaban yang “tinggi”ini,
ternyata menempatkan wanita tidak lebih dari sekedar barang murahan yang
bebas untuk diperjualbelikan di pasaran, wanita tidak memiliki
kemerdekaan dan kedudukan, tidak pula diberikan hak waris.wanita
sepenuhnya tunduk dan hina di bawah kekuasaan pria secara mutlak.
b. Hindustan
Dalam syari’at bangsa ini dinyatakan, bahwa angin, kematian, neraka, racun dan api tidak lebih jelek dari wanita.
c. Yahudi
Bangsa
dan agama Yahudi menganggap bahwasanya wanita adalah makhluk yang
terlaknat karena wanitalah yang menyebabkan Adam melanggar larangan
Allah hingga dikeluarkan dari Surga.sebagian golongan Yahudi menganggap
wanita derajatnya adalah sebagai pembantu dan ayah si wanita berhak
untuk menjualnya.
d. Nasrani
Sekitar
abad ke-5, para pemimpin agama ini berkumpul untuk membahas masalah
wanita, apakah wanita itu sekedar tubuh tanpa ruh di dalamnya? Atau ia
memiliki ruh? Dan keputusan akhirnya mereka menetapkan bahwa wanita itu
tidak memiliki ruh yang selamat dari adzab neraka Jahannam kecuali
Maryam ibunya Isa ‘alihis salam.
Kondisi Wanita di Dunia Barat
Dari
sisi historis, terjunnya kaum wanita ke lapangan untuk bekerja dan
berkarir semata-mata karena unsur keterpaksaan. Ada dua hal penting yang
belatarbelakanginya:
Pertama, terjadinya revolusi
industri mengundang arus urbanisasi kaum petani pedesaan, tergiur untuk
menga-du nasib di perkotaan, karena himpitan sistem kapitalis yang
melahirkan tuan-tuan tanah yang rakus. Berangkat ke perkotaan, mereka
berharap menda-patkan kehidupan yang lebih layak namun realitanya,
justru semakin sengsara. Mereka mendapat upah yang rendah.
Kedua,
kaum kapitalis dan tuan-tuan tanah yang rakus sengaja mengguna-kan
momen terjunnya kaum wanita dan anak-anak, dengan lebih memberikan porsi
kepada mereka di lapangan pekerjaan, karena mau diupah lebih murah
daripada kaum lelaki, meskipun dalam jam kerja yang panjang.
Kehidupan
yang dialami oleh wanita di Barat yang demikian mengenaskan, sehingga
menggerakkan nurani sekelompok pakar untuk membentuk sebuah organisasi
kewanitaan yang diberi nama “Humanitarian Movment” yang bertujuan untuk
membatasi eksploitasi kaum kapitalis terhadap para buruh, khususnya dari
kalangan anak-anak. Organisasi ini berhasil mengupayakan undang-undang
perlindungan anak, akan tetapi tidak demi-kian halnya dengan kaum
wanita. Mereka tetap saja dihisap darahnya oleh kaum kapitalis tersebut.
Hingga
saat ini pun, kedudukan wanita karir di Barat belum terangkat dan masih
saja mengenaskan, meskipun sudah mendapatkan sebagian hak mereka. Di
antara indikasinya, mendapatkan upah lebih kecil daripada kaum
laki-laki, keharusan membayar mahar kepada laki-laki bila ingin menikah,
keharusan menanggung beban peng-hidupan keluarga bersama sang suami,
dan lain sebagainya.
Beberapa Dampak Negatif dari Terjunnya Wanita untuk Berkarir
Di antara dampak-dampak negatif tersebut adalah:
Penelitian kedokteran di lapangan (dunia Barat) menunjukkan telah
terjadi perubahan yang amat signifikan terhadap bentuk tubuh wanita
karir secara biologis, sehingga menyebabkannya kehilangan naluri
kewanitaan, tetapi tidak berubah jenis kelamin menjadi laki-laki. Jenis
wanita sema-cam ini dijuluki sebagai jenis kelamin ke tiga. Menurut data
statistik, kebanyakan penyebab kemandulan para istri yang bekerja
sebagai wanita-wanita karir tersebut bukan karena penyakit yang biasa
dialami oleh anggota badan, tetapi lebih diakibatkan oleh ulah wanita di
masyarakat Eropa yang secara total, baik dari aspek materil, pemikiran
maupun biologis lari dari fithrahnya (yakni sifat keibuan). Penyebab
lainnya adalah upaya mereka untuk mendapatkan persamaan hak dengan kaum
laki-laki dalam segala bidang. Hal inilah yang secara perlahan
melenyapkan sifat keibuan mereka, banyaknya terjadi kemandulan serta
mandegnya ASI sebagai akibat perbauran dengan kaum laki-laki.
Di Barat, muncul fenomena yang mengkhawatirkan sekali akibat terjunnya
kaum wanita sebagai wanita karir, yaitu terjadinya tindak kekerasan
terhadap anak-anak kecil berupa pukulan yang keras, sehingga dapat
mengakibatkan mereka meninggal dunia, gila atau cacat fisik.
Majalah-majalah yang beredar di sana menyebutkan nama penyakit baru ini
dengan sebutan Battered Baby Syn (penyakit anak yang dipukul). Majalah
Hexagon dalam volume No. 5 tahun 1978 menyebutkan bahwa banyak sekali
rumah sakit-rumah sakit di Eropa dan Amerika yang menampung anak-anak
kecil yang dipukul secara keras oleh ibu-ibu mereka atau terkadang oleh
bapak-bapak mereka.
DR. Ahmad Al-Barr mengatakan, “Pada
tahun 1967, lebih dari 6500 anak kecil yang dirawat di beberapa rumah
sakit di Inggris yang berakhir dengan meninggal sekitar 20% dari mereka,
sedangkan sisanya mengalami cacat fisik dan mental secara akut. Ada
lagi, sekitar ratusan orang yang mengalami kebutaan dan lainnya
ketulian…setiap tahunnya, ada yang mengalami cacat fisik, ediot dan
lumpuh akibat pukulan keras”.
Para wanita karir yang
menjadi ibu rumah tangga tidak dapat memberikan pelayanan secara
kontinyu terhadap anak-anak mereka yang masih kecil, karena hampir
seluruh waktunya dicurahkan untuk karir mereka.
Berkurangnya angka kelahiran, sehingga pemerintah negara tersebut saat
ini menggalakkan kampanye memperbanyak anak dan memberikan penghargaan
bagi keluarga yang memiliki banyak anak. Hal ini tentunya bertolak
belakang dengan kondisi yang ada di dunia Islam.
Saksi Mereka Berbicara
Seorang Filosof bidang ekonomi, Joel Simon berkata, “Mereka (para
wanita) telah direkrut oleh pemerintah untuk bekerja di pabrik-pabrik
dan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya, akan tetapi hal itu
harus mereka bayar mahal, yaitu dengan rontoknya sendi-sendi rumah
tangga mereka”.
Sebuah lembaga pengkajian strategis di
Amerika telah mengadakan ‘polling’ seputar pendapat para wanita karir
tentang karir seorang wanita. Dari hasil ‘polling’ tersebut didapat
kesimpulan: “Bahwa sesungguhnya wanita saat ini sangat keletihan dan 65%
dari mereka lebih mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka…”.
Karir Wanita dalam Perspektif Islam
Allah
Ta’ala menciptakan laki-laki dan wanita dengan karakteristik yang
berbeda. Secara alami (sunnatullah), laki-laki memiliki otot-otot yang
kekar, kemampuan untuk melakukan pekerja-an yang berat, pantang
menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok dengan pekerjaan yang melelahkan
dan sesuai dengan tugasnya yaitu menghidupi keluarga secara layak.
Sedangkan
bentuk kesulitan yang dialami wanita yaitu: Mengandung, melahirkan,
menyusui, mengasuh dan mendidik anak, serta menstruasi yang
mengakibatkan kondisinya labil, selera makan berkurang, pusing-pusing,
rasa sakit di perut serta melemahnya daya pikir, sebagaimana disitir di
dalam Al-Qur’an , “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu bapanya; Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.” (TQS.
Luqman: 14).
Ketika dia melahirkan bayinya, dia harus
beristirahat, menunggu hingga 40 hari atau 60 hari dalam kondisi sakit
dan merasakan keluhan yang demikian banyak, tetapi harus dia tanggung
juga. Ditambah lagi masa menyusui dan mengasuh yang menghabiskan waktu
selama dua tahun. Selama masa tersebut, si bayi menikmati makanan dan
gizi yang dimakan oleh sang ibu, sehingga mengurangi staminanya.
Oleh
karena itu, Dienul Islam menghendaki agar wanita melakukan
pekerjaan/karir yang tidak bertentangan dengan kodrat kewanitaannya dan
tidak mengungkung haknya di dalam bekerja, kecuali pada aspek-aspek yang
dapat menjaga kehormatan dirinya, kemuliaannya dan ketenangannya serta
menjaganya dari pelecehan dan pencampakan.
Dienul Islam
telah menjamin kehidupan yang bahagia dan damai bagi wanita dan tidak
membuatnya perlu untuk bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam
membe-bankan ke atas pundak laki-laki untuk bekerja dengan giat dan
bersusah payah demi menghidupi keluarganya.
Maka, selagi
si wanita tidak atau belum bersuami dan tidak di dalam masa menunggu
(‘iddah) karena diceraikan oleh suami atau ditinggal mati, maka
nafkahnya dibebankan ke atas pundak orangtuanya atau anak-anaknya yang
lain, berdasarkan perincian yang disebutkan oleh para ulama fiqih kita.
Bila
si wanita ini menikah, maka sang suamilah yang mengambil alih beban dan
tanggung jawab terhadap semua urusannya. Dan bila dia diceraikan, maka
selama masa ‘iddah (menunggu) sang suami masih berkewajiban memberikan
nafkah, membayar mahar yang tertunda, memberikan nafkah anak-anaknya
serta membayar biaya pengasuhan dan penyusuan mereka, sedangkan si
wanita tadi tidak sedikit pun dituntut dari hal tersebut.
Selain
itu, bila si wanita tidak memiliki orang yang bertanggung jawab
terhadap kebutuhannya, maka negara Islam yang berkewajiban atas
nafkahnya dari Baitul Mal kaum Muslimin.
Solusi Islam Terhadap Diskursus Karir Wanita
Ada
kondisi yang teramat mendesak yang menyebabkan seorang wanita terpaksa
bekerja ke luar rumah dengan persyaratan sebagai berikut:
Disetujui oleh kedua orangtuanya atau wakilnya atau suaminya, sebab
persetujuannya adalah wajib secara agama dan qadla’ (hukum).
Pekerjaan tersebut terhindar dari ikhtilath (berbaur dengan bukan
mahram), khalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan laki-laki asing;
Sebab ada dampak negatif yang besar. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah
seo-rang laki-laki berkhalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan
seorang wanita, kecuali bila bersama laki-laki (yang me-rupakan)
mahramnya”. (THR. Bukhari).
Menutupi seluruh tubuhnya di
hadapan laki-laki asing dan menjauhi semua hal yang berindikasi fitnah,
baik di dalam berpakaian, berhias atau pun berwangi-wangian
(menggunakan parfum)
Komitmen dengan akhlaq Islami dan
hendaknya menampakkan keseriusan dan sungguh-sungguh di dalam berbicara,
alias tidak dibuat-buat dan sengaja melunak-lunakkan suara. Firman
Allah, “Maka janganlah sekali-kali kalian melunak-lunakan ucapan
sehingga membuat condong orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit
dan berkata-katalah dengan perkataan yang ma’ruf/baik”.(TQS. Al-Ahzab:
32)
Hendaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan tabi’at
dan kodratnya seperti dalam bidang pengajaran, kebidanan, menjahit dan
lain-lain.
Penutup
Sudah
waktunya kita memahami betapa agungnya dien ini di dalam setiap produk
hukumnya, berpegang teguh dengannya, menjadikannya sebagai hukum yang
berlaku terhadap semua aturan di dalam kehidupan kita serta berkeyakinan
secara penuh, bahwa ia akan selalu cocok dan sesuai di dalam setiap
masa dan tempat.
Reference
1. Majalah
“Al-Hikmah” vol VIII, edisi Syawwal 1416 H, hal. 123-140 dengan judul
‘Amal al-Mar’ah Baina Al-Islam wa Al-Gharb oleh: Ibrahim an-Ni’mah.
2. Wanita Karir dalam Timbangan Islam, DR. Muhammad Al Barr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Ajukan Pertanyaan atau Tanggapan Anda, Insya Allah Segera Kami Balas